Tl : Zimsakuzai
(~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~
(~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~
<= | INDEX | =>
~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~)
~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~)
2 – Hari-hari biasa
“Berdiriiiii. Membungkuk.”
Dengan perintah yang datang bersamaan dengan bel sekolah,
kelas mulai bergerak.
“Sakuraaaa, Miharuuuu, ayo makan siang~”
“Mn, kita makan dimana hari ini?”
“Hari ini cuacanya bagus, jadi gimana kalau di atap atau
lapangan?”
Undangan makan siang datang dari temanku, Tomoko.
Tiga garis yang disebutkan diatas secara urut adalah
Tomoko, aku dan Miharu.
“Kemarin baru saja hujan, jadi aku tak mau dilapangan.”
“Lalu keatap tak masalah bukan?”
Aku menjawab pertanyaan Tomoko.
“Lalu di atap ya, huh? Ini sedah beberapa waktu kita
mendapat cuaca bagus, jadi kalau kita tidak cepat kursinya bakal penuh.”
Sambil berucap, Miharu mengambil kotak makan siangnya.
“Roger.”
Setelah menjawab, aku mengambil bekal makan siangku dan
mulai berjalan.
Tomoko dan Miharu adalah teman yang aku tahu sejak
Sekolah Dasar.
Kami menjadi teman ketika tahun pertama sekolah menengah
karna sama kelas, namun sejak saat itu kami sering jalan-jalan untuk main
bareng. Diantara kelompok temanku, merekalah yang paling dekat.
“Sakura, Bekalmu sangat beragam seperti biasa ya? Aku
akan mengambil kaarage-nya.”
“Hey, aku nanti bakal kekurangan lauk?”
Aku mencampuri selagi komplain pada Tomoko yang ingin
mencuri kaarage dari bekalku. (Kuzai : Kaarage = Ayam Goreng, Aku ya sama ga
bakal ikhlas kalau ayam goreng makan siangku diceromot, nice Sakura)
“Yummyy~ Masakanmu selalu enak ya?”
Dari pada dapat permintaan ma’af, yang kuterima malah
penilaian masakanku.
“Karna jika aku ingin makan, kenapa aku tidak memakan
makanan yang kusuka dengan rasa yang kusuka? Memasak sendiri adalah jalan
tercepat mendapatkannya. Aku tak menikmati memasak; aku hanya menikmati makan
masakan lezat.”
Sementara merasa sedikit senang karna masakanku dipuji,
Aku membalasnya.
“Tak peduli seberapa aku suka makanan, waktu persiapannya
itu lho, tahu kan~...? Bahkan jika aku suka makan, mustahil bagiku. Sejak kapan
kau mulai memasak?”
Miharu berkomentar yang membuatku sedikit terkejut.
“Harusnya ketika aku umur 5 aku mulai ingin makan masakan
enak? Kedua orang tuaku bekerja, jadi tak peduli apa aku akan berakhir makan
masakan jadi. Kukira saat umur 8 lah aku mulai berfikir mengatasinya dengan
membuatnya sendiri.”
Sementara memikirkan kembali pada hari-hari itu, aku
membalas.
“Kau membangkitkan selera makan lezatmu pada umur semuda
itu...? Kau bisa membuat banyak makanan penutup, bukan?”
“Hm, habisnya aku bisa membuatnya cocok dengan seleraku
dari pada yang bisa dibeli di toko, dan yang paling penting itu jadi lebih
murah. Ah~, hari ini aku memanggang kue untuk makanan penutupnya.
Selagi membalas pertanyaan Tomoko, aku mengambil tas
kecil dari tas sekolah yang berada di kakiku.
“”Makasih traktirannya.””
Berucap bersamaan, keduanya siap mencomot ke kantong.
“Kalian bisa makan manisan setelah kalian makan bekal, paham?”
““Kami paham.””
Dengan begitu, keduanya jadi senyap dan mulai mengurus
bekal masing-masing.
…*
“Manisan buatan Sakura lezat seperti biasa bukan?”
“Benar. Walaupun dia kecil, dia bagus dalam memasak, dan
dia kuat, jadi dia akan jadi istri yang baik.”
“Aku membuat lebih dari yang kubutuhkan, jadi masih ada
beberapa, tahu? Dan jangan panggil aku kecil.“
Selagi kami bertiga bersukaria selagi memakan manisan,
kami menikmati teh yang kubawa bersama termos.
Teh juga hal yang kusuka.
Masakan lezat, dan minuman enak. Masakan Kelezatan adalah
keadilan.
..*
Aaahhh, sungguh damai.
(~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~
(~`.`)~ (~`.`)~ (~`.`)~
<= | INDEX | =>
~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~)
~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~) ~(‘.’~)