Tl : Zimsakuzai
Source : Estelion Secret Imouto / Imouto Site
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
44 - Perasaan Tuan Muda
Ketika kesadaranku mulai memudar, aku bermimpi. Mimpi
tersebut adalah ketika kehidupanku sebelumnya. Aku akan mengalami apa yang
telah terjadi lagi, dalam rangka mimpi.
Kediaman dimana aku dilahirkan selalu menghasilkan
orang-orang sempurna. Olahraga, sains, farmasi, politik, ekonomi, pendidikan,
arkeologi... Bagaimanapun, sebuah kediaman yang menghasilkan figur-figur kelas
atas. Itulah Kediaman Kuon.
Keluarga Kuon menggerakkan dunia. Pusat dari dunia.
Inilah dunia yang kutinggali. Dan Kuon adalah kediaman yang tak menerima apapun
selain “sempurna”
Disini hanya ada dua hal yaitu “Sempurna” atau “tak
berguna”.
Hanya merekalah yang ‘sempurna’ yang akan diakui sebagai
manusia; sisanya tidak.
Dan aku anggota Keluarga Kuon, manusia yang tak pernah
dipanggil ‘sempurna’.
Apakah kau ‘sempurna’ atau ‘tak berguna’, keluarga akan
masih mengijinkan kau agar hidup dengan normal ketika masih kecil.
Itu bukan karna aku buruk pada satu bidang, sebetulnya
aku cukup cakap, namun tetap saja, aku tak ‘sempurna’ pada satu hal. Aku
seperti itu. Bila ada yang unggul, adalah tubuhku adalah darah murni Keluarga
Kuon dari perkawinan sekeluarga dan memiliki tubuh lemah. (Kuzai : Maksudnya
dia itu jack of all trades(80/100) bukan
Speciality(120/100) )
Gerakkan tubuh, duduk dan belajar. Tak ada kelebihan dan
kekurangan di suatu hal.
Ini masih terlalu awal bagi orang tuaku tuk menyerah pada
anak sepertiku. Pada hari terakhir mereka berkunjung. Aku mengingat ketika
kehidupanku berakhir juga. Disana ada banyak ’pengurus’ mengunjungi ruanganku
paa hari itu. Bukan hanya yang mengurus kediaman namun juga orang yang
melindungi orang tuaku, datang ke ruanganku. Disana juga ada tetua yang
merupakan kepala ‘pengurus’ yang membawa banyak ‘pengurus’. Namanya adalah
Haregi.
Haregi-san selalu memakai seragam selagi pengurus lain
memakai kimono. Pada hari ini seperti biasa, dia berbicara padaku.
“Tuan muda, bisakah anda kemari?”
“Bolehkah aku berganti pakaian? Seperti yang kau lihat,
aku masih mengantuk, dan aku masih memakai baju tidur.”
“Tidak, Kemarilah tanpa memikirkan hal tersebut.”
“Baiklah, aku mengerti.”
Selagi aku merasa ketidakcakapan di atmosfir kamarku, aku
melonjak dari kasur. Ini sedikit aneh ketika semuanya menatap aku dengan begitu
was-was, jadi aku sedikit tersenyum. Aku paham alasan mengapa mereka kemari.
Jadi bahkan jika aku tak terlihat seperti itu, aku takkan kabur.
Aku mengikuti mereka, berkata “Aku tak apa,” pada para
pengikut yang memiliki wajah heran. Sekeliling dilindungi penjaga tangguh, atau
sebenarnya malah di blokir, lalu mereka membawaku ke ruangan yang tak pernah
kutinggali. Kayaknya aku diiringi mereka dari pada mengikuti mereka.
Aku tahu tempat ini.
Ini karna ini adalah tempat yang siapapun bisa masuki, siapapun
yang pernah dianggap sebagai ‘manusia’. Ini adalah ‘tempat pembuangan sampah’.
Ketika anak Keluarga Kuon mencapai umur tertentu dan masih ‘tak berguna’,
mereka akan disekap disini selamanya.
... ini normal.
Dibawah mansion, ada ruangan yang terpisahkan oleh jeruji
besi adalah ruangan yang tak terduga sangat nyaman. Karna aku tak pernah
melihatnya sebelumnya, aku mengira lingkungannya bakal buruk, namun ruangan itu
tak biasa dari pada yang kubayangkan. tersedia kursi, meja, dan kasur. Ada barang
seperti alat masak di dapur sebelah belakang. Lantainya berkeramik, dan
dindingnya dicat putih.
Mungkin ruangan ini lebih nyaman dibandingkan dari pada
ruanganku. Itulah penilaian yang kuberikan ketika aku melihat pemandangan
dibalik jeruji besi pada waktu itu.
“Apakah ada kamar mandi dan toilet?”
“Tentu saja.”
Haregi mengeluarkan cincin kunci dari saku dadanya dan
membuka pintu jeruji besi. Tak sama dengan pemandangan biasa yang tersaji,
adala suara keras logam berkarat. Ketika aku mengerutkan dahi karna suara yang
mengganggu, Haregi-san membuka pintu dan memberikanku kalimat dorongan.
“Tolong, masuklah tuan muda.”
Ukuran pintu cukup untuk kulewati tanpa harus menundukkan
kepalaku. Aku masuk seperti yang dianjurkan.
“Jika anda ingin sesuatu, tolong beritahu kami.”
“Ya, aku paham.”
“ .... Tuan muda, apakah kau tak penasaran?”
“Tentang apa?”
“Tentang perlakuan yang kau terima. Sekarang anda telah
‘mati’, mengapa anda masih tetap tenang?”
Sampai aku datang kemari, Haregi-san, yang melakukan
pekerjaannya dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya, telah bimbang.
Pertanyaan itu tak berisikan kebencian atau kemarahan dari yang ditunjukkan
wajah Haregi-san. Pada sisi lain, jawabanku sangatlah mudah. Hanya satu
kalimat.
“Karna itulah Keluarga Kuon.”
“..... ..... begitukah?”
“Ya, tiada orang yang ragu membuang benda yang tak bisa
gunakan bukan?”
“Orang tuamu tidak mendampingmu atau mengatakan apapun,
hanya ‘membunuh’mu!? Dan kau menerimanya tanpa ragu, anak seperti apakah kamu!?
Sampai sekarang, tak ada anak seperti itu di Keluarga Kuon! Jadi saya ...
begaimana bisa mereka ....!”
“Kau membawa banyak penjaga jadi aku tak bisa lari
bukan?”
Semuanya telah kupahami. Aku ingin tahu apa jadinya pada
orang yang tak bisa melakukan apapun seperti aku, apakah reaksi yang diberikan
orang yang dibawa kemari sebelumnya. Semua orang yang berasal dari Keluarga
Kuon yang tak memberikan segalanya agar mereka tak dibuang.
Karna aku tahu segalanya, aku tak terkejut, marah,
ataupun sedih. Aku tahu bertahan hanyalah memberikan kegagalan. Aku juga tahu
untuk tak menutupnya. Karna aku menyadarinya, “Aku tak bisa menjadi bagian dari
Keluarga Kuon.”. Itulah mengapa betapa luar biasanya Haregi-san memiliki
ekspresi ragu.
Sampai sekarang, anak lain memberikan ketahanan yang tak
berarti. Dan masih saja, untuk yang membawa kami ‘Tunas Cacat” disini merasa heran.
“Ini semua tentang tabah, bukankah aku hanya harus
menerimanya?”
“… …!”
Pada waktu itu, aku masih mengingat garis pandangan yang
diarahkan padaku jelas berubah. Karna keraguan yang terus mengisi sampai
sekarang berubah menjadi ketakutan dalam seketika.
“ .... Mungkin andalah yang paling rusak di kediaman
Kuon, benar bukan?”
“Benar, kufikir ini karna aku telah hancur dan aku tak
bisa digunakan, jadi aku dikirim kemari.”
“Dirasa itu ... ... Tidak, ayo hentikan .... Aku merasa
ketakutan dihadapan tuan muda, kurasa, bahkan lebih dari kepala keluarga, jadi
aku akan meninggalkan anda disini.”
*Kachan dan pintunya segera ditutup dan dikunci. Selagi
mendengarkan banyak langkah kaki yang pergi, aku memikirkan masa depan.
Aku tak perlu mempelajari apapun, aku tak perlu lagi belajar.
Tak ada lagi yang perlu kulakukan karna kewajibanku telah menghilang. Karna aku
telah menjadi anak yang ‘mati’.
“ ... untuk sekarang, haruskah aku coba untuk tidur?”
Karna aku tidak akan melakukan apapun, aku memutuskan
untuk tidur siang.
.... .... Apakah aku punya hobi?
Selagi tenggelam di ranjang, aku menutup mataku sambil
mempertimbangkan hal tersebut.
Kesadaran di mimpiku berakhir, dan kesadaranku akan
realita mulai terkumpul. Bersama akhir mimpiku, ingatanku memudar.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++